Entah dari mana saya harus cerita. Sekedar berbagai info saja.
Menjadi seorang Ketua Rukun Tetangga (RT) di wilayah perdesaan sangat kondisional. Jelas berbeda dengan seorang RT, RW ataupun Camat dalam sinetron televisi.
Kalau masyarakat sudah mengamahkan, seseorang menjadi Ketua RT itu berarti beban moral yang ada adalah sebuah pekerjaan sosial masyarakat yang notabenenya harus bisa mengesampingkan antara urusan pribadi/keluarga dengan mengutamakan urusan warga masyarakat yang di bawahnya.
Dalam arti kata, bila seorang Ketua RT tidak mempunyai program yang berkesinambungan antara program dari Desa dan program swadaya murni masyarakat, peran Ketua RT itu sendiri menjadi sangat pasif, yang hanya menunggu program bantuan dari pemerintah Desa, Kabupaten maupun bantuan Provinsi.
Sekarangpun yang menjadi Ketua RT, boleh dibilang juga biasa-biasa saja. Namun karena keinginan pribadi yang juga didukung oleh masyarakat beliau akhirnya jadi Ketua RT juga. Slogan yang dibawa adalah "Selangkah Lebih Maju".
Gebrakan demi gebrakan program ke-RT-an dilaksanakan. Salah satunya adalah dengan membangun sebuah Balai Pertemuan. Secara kebetulan wilayahnya mendapat bantuan pemerintah desa sebesar + Rp 75 juta yang digunakan untuk perbaikan jalan setapak sepanjang + 150 Meter. Namun karena berbagai hal sehingga dana tersebut ada kelebihan sekitar Rp 5 Juta. Sehingga untuk memanfaatkan dana tersebut dialihkan untuk pembangunan Balai Pertemuan di wilayah RT.
Berbagai saran dan masukkan sudah disampaikan oleh warga, bahwa dalam proses pembangunan Balai Pertemuan RT ini, perlu adanya Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang dibutuhkan, sehingga tidak terjadi adanya kekurang dana/material. Namun kepengurusan kurang peka, sehingga proses pembangunan dilakukan tanpa perencanaan dana dan kegiatannya bersifat langsung. Biasa masyarakat desa mengatakan "Sing Penting Jadi".
Singkat cerita, Balai Pertemuan telah selesai dibangun. Dari kepengurusan RT melaporkan kepada warga bahwa sisa Kas (minus) sekitar Rp 1,5 Juta karena digunakan untuk menambah anggaran pembangun Balai Pertemuan. Pembangunan Balai Pertemuan sendiri menggunakan dana anggaran sebesar + Rp 10 Juta diambil dari sisa dana pembangunan jalan setapak dan sisanya yg Rp 5 juta diambil dari swadaya murni masyarakat. Sehingga dengan demikian posisi Kas RT minus.
Masyarakat sekarang tentunya tidak lagi kesulitan dalam melakukan berbagai pertemuan warga. Dengan adanya Balai Pertemuan, seluruh kegiatan "kumpul-kumpul" warga diadakan di Balai Pertemuan. Bahkan ini satu-satunya RT se-wilayah Desa yang sudah memiliki Balai Pertemuan sendiri.
Dulu masyarakat bergiliran atau dalam bahasa jawa "anjang sono" menjadi tempat pertemuan. sekarang seluruh kegiatan warga di pusatkan di Balai Pertemuan. Harapan masyarakat tentu kedepan Ketua RT dan pengurusnya bisa menjadi penggerak warga masyarakat dalam menciptakan masyarakat yang tertip, aman, dan nyaman dalam berkehidupan bermasyarakat sehingga masyarakatnya dalam kehidupan sehari-hari akan tenang, tertib dan bahagi dalam kehidupan berkeluarga, bertetangga dan bermasyarakat.
Kepengurusan RT sekarang "dituntut" untuk lebih maju dan berkembang. Keorganisasian harus lebih ditingkatkan, baik oleh pengurus sendiri maupun hubungan baik dengan tingkat Rukun Warga (RW), Kepala Dusun (Kadus) maupun dengan Pemerintah Desa.
Kepengurusan RT harus melakukan perbaikan kedalam dan keluar dengan cepat. Kedalam, tentu harus terus memperbaiki kordinasi sesama pengurus, meng-administrasikan dengan tertib, serta menggunakan dana warga secara transparant dan jelas. Sementara keluar, harus terus update dan menyesuaikan program-program kerja bersama RW, Kadus dan Desa.
Sukses untuk "Selangkah Lebih Maju" semoga tidak satupun langkahnya mundur dalam menyukseskan program RT.
Singkat cerita, Balai Pertemuan telah selesai dibangun. Dari kepengurusan RT melaporkan kepada warga bahwa sisa Kas (minus) sekitar Rp 1,5 Juta karena digunakan untuk menambah anggaran pembangun Balai Pertemuan. Pembangunan Balai Pertemuan sendiri menggunakan dana anggaran sebesar + Rp 10 Juta diambil dari sisa dana pembangunan jalan setapak dan sisanya yg Rp 5 juta diambil dari swadaya murni masyarakat. Sehingga dengan demikian posisi Kas RT minus.
Masyarakat sekarang tentunya tidak lagi kesulitan dalam melakukan berbagai pertemuan warga. Dengan adanya Balai Pertemuan, seluruh kegiatan "kumpul-kumpul" warga diadakan di Balai Pertemuan. Bahkan ini satu-satunya RT se-wilayah Desa yang sudah memiliki Balai Pertemuan sendiri.
Dulu masyarakat bergiliran atau dalam bahasa jawa "anjang sono" menjadi tempat pertemuan. sekarang seluruh kegiatan warga di pusatkan di Balai Pertemuan. Harapan masyarakat tentu kedepan Ketua RT dan pengurusnya bisa menjadi penggerak warga masyarakat dalam menciptakan masyarakat yang tertip, aman, dan nyaman dalam berkehidupan bermasyarakat sehingga masyarakatnya dalam kehidupan sehari-hari akan tenang, tertib dan bahagi dalam kehidupan berkeluarga, bertetangga dan bermasyarakat.
Kepengurusan RT sekarang "dituntut" untuk lebih maju dan berkembang. Keorganisasian harus lebih ditingkatkan, baik oleh pengurus sendiri maupun hubungan baik dengan tingkat Rukun Warga (RW), Kepala Dusun (Kadus) maupun dengan Pemerintah Desa.
Kepengurusan RT harus melakukan perbaikan kedalam dan keluar dengan cepat. Kedalam, tentu harus terus memperbaiki kordinasi sesama pengurus, meng-administrasikan dengan tertib, serta menggunakan dana warga secara transparant dan jelas. Sementara keluar, harus terus update dan menyesuaikan program-program kerja bersama RW, Kadus dan Desa.
Sukses untuk "Selangkah Lebih Maju" semoga tidak satupun langkahnya mundur dalam menyukseskan program RT.
0 komentar:
Posting Komentar